Saudaraku... My Kins...
Hatiku yang terseksa olehmu bilakan terubat
Sedang panah maut lebih akrab menghambatku dari hampirnya aku padamu.
Jarak dan cinta dan dambaan dan semakin menggoncang
Dan kau tak juga hampir sebagai aku tak juga dekat.
Bagai layang layang terkatup kemas dalam genggam si anak kecil
Menghirup tetes maut sedang si kecil bermain ria.
Tak mungkin si anak punya saat merasa seksa itu
Tak mungkin juga si unggas punya upaya untuk lolos.
Terdampar depanku ribuan arah
Namun ke mana langkahku, tanpa sekeping hati?
Air mata si botak mengalir deras saat menaip bait luah rasa Qays ibn al Mulawwah atau lebih dikenali sebagai Laila Majnun (Yang tergilakan Laila). Kehampaan dan keikhlasan cinta dia kepada Laila Al-Aamiriya tak mungkin dapat sesiapa sangkal. Cinta dan kasih mereka berdua tak pernah tercemar oleh sebarang perlakuan sumbang mahupun desakan material. Masih adakah cinta sebegini di luar sana?
Si botak sangat risau mengenang anak muda kini yang bila nama bercinta, mesti berakhir dengan upacara menyerah. Mnyerah apa? Tepuk dada tanya selera. Si teruna pasti meleleh liur mengenang upacara ini. Tak payah lagi lama lama dalam kamar mandi. Si dara pula dengan rela menyerah atas nama cinta. Bila dan kembung, si teruna mencicit lari, tinggal pujaan hatinya derita menghadap pelbagai kemungkinan.
Orang orang dewasa, apa kata jika terlihat pasangan muda enak bercanda mesra, tegurlah mereka. Moga tak hanyut dibuai asmara. Moga tak lunyai rumput di balik rimbun semak. Bukan apa, orang muda, darah panas. Baik ditegur agar tak tersalah langkah.
Orang orang muda, apa kata pakai getah gelang di pergelangan tangan. Bila terasa membuak desakan fitrah yang satu ini, tarik panjang panjang dan lepaskan getah itu. Biar tersentak kulit menahan perit. Bukan apa, biar tersekat sekejap aliran laju darah itu. Biar apa yang keras, jadi lembik semula. Baik sakit dari mengundang padah.
Biarlah sesuci kasih Qays pada Laila. Apa yang lebih pasti sesiapa juga akan merasai nikmat dunia yang satu ini pada masa yang sesuai. Qays dan Laila langsung tak merasa. Tunggulah. Tak lama mana pun. :)
.........................................................................................................................................................................................................................................
When will the tormented heart be cured of you
While the arrow of death is nearer to me than I to you.
Distance and love and longing and tremor
And you neither bring me near, nor I come close.
Like a sparrow in the palm of a child being squeezed
Tasting the water of death while the child plays.
Neither the child has the sense to feel for the bird
Nor the bird a feather to fly and go.
I’ve a thousand directions whose ways I’ve known
But without a heart, where shall I go?
Si botak's tears dropped rapidly as typing this lovely verse of love written by Qays ibn al Mulawwah or better known as Laila Majnun (The one who driven mad by Laila). His despair and sincerity towards Laila will never be able to be denied by anyone. Their love had never been tainted by lust and materials. Is there this kind of love out there?
Si botak is very much worries when thinking about youngers nowadays when they are in love. It must be ended with the submissive ritual? Submission of what? Ask yourself. This ritual will definitely makes the lad drooling. It means the day of spending too much time in the toilet is over. As for the girl, it means willingly giving, in the name of love. Once it starts to swell, the lad will be running as fast as he could, leaving the love of his life struggling to face all sorts of possibilities.
Grown ups, what if when ever stumble upon this young couple extacised in love, just remind them. So that they wont be too drifted. So that there will no grass crushed behind any bushes. It is just that to guide this young couple to the right path.
Youngsters, why not try to wear a rubber band on the wrist. Whenever tempted by the raging hormones, pull the band as hard as any of you could then let it go. Let the skin feels the stinging. May it manage to stop the rapidly flowing blood. May it softened any hardened part. Prevention is better than cure.
Let it be as pure as Qays & Laila's love. One thing for sure, this earthly pleasure is a sure thing for anybody at the appropriate time. Qays and Laila didnt have the chance to experience it at all. Do wait. It wont be long. :)
Dulu, kami saling mengenali. Tak ada warna kulit yang menghalang pandang. Tak ada pula simbol atau logo yang menyekat kasih dan sayang. Tak pernah ada. Yang ada cuma saling faham memahami. Yang ada cuma saling hormat menghormati. Itu yang ada.
Kini, kami saling membenci. Warna kulit makin tebal melindung pandangan. Simbol dan logo makin lebat membunuh perasaan. Ada, masih ada. Saling caci mencaci. Saling keji mengeji. Ini yang ada.
Penting sangatkah berada di puncak? Tak boleh membela nasib ramai kalau di dasar? Lipas tak perlu berada di puncak dunia namun mereka tak pernah pernah pupus. Nak bunuh pun sangat susah. Sebab manusia tak berapa nampak lipas yang begitu pandai menyelinap. Malah, dikatakan ahli bijak pandai, jika bom atom meletus sekalipun, lipas masih boleh bertahan sehingga beratus hari.
Perlu sangatkah berada di atas? Sampai hinjak hinjak segala yang di bawah? Burung berada nun jauh di awan. Selalu juga mati tertembak. Kerana mudah dikesan oleh sang pemburu. Kalau bom atom meletus, burung pun akan jadi macam manusia. Jadi rangka.
Perlu pilih jalan terbaik sekarang. Retak sangat kita ini. Terlalu sibuk nak jadi kepala segala kepala, terlalu sibuk nak kekal jadi kepala segala kepala, kepala kepala di bawah akan leper dipijak. Bukan senang nak jadi kepala segala kepala ni. Di sana nanti, susah nak jawab. Banyak yang akan dipertanggung atas sang kepala segala kepala.
Diriwayatkan oleh al Bukhari dan Muslim, baginda Nabi s.a.w. menasihati sahabatnya Abd Rahman bin Samurah:- “Wahai Abd. Rahman! Jangan engkau meminta jawatan pemimpin. Sesungguhnya jika engkau diberikannya dengan permintaan maka engkau ditinggalkan (tidak ditolong). Sekiranya engkau diberikannya tanpa permintaan maka engkau dibantu”.
..........................................................................................................................................................................
Once, we used to know each other. There were no colours of any skin shall block the views. There were exactly no symbols or logos that restrain the loves. There were none. There were understandings. There were definitely respects. Those were there.
Now, we hate each other. Skin colours block the views. Symbols and logos rapidly killing the feelings. Still, there is something. Insults. Calling names. These are here.
Is it that important to be on top? Would being at the bottom mean that one cannot fight for others? A roach does not have to be on top yet their race has never ever been close to extinction. Even killing them is so hard to be done. It is because human could barely see this cunning species. Those smart guys out there even claimed that if ever an atomic bomb should explode, roach will stay alive for a couple of hundred days.
Is it that crucial to be on top? Even it would mean stepping on top of others? Bird fly so high up in the sky. Still got shot. It is because they are too visible to be hunted. If ever an atomic bomb shall blast, bird shall be exactly like human. Nothing would remain attach except, skeletons.
The best path should be chosen now. We are too fragile. Too preoccupied to be head of heads, too busy to remain as head of heads, all the heads which are down, are flattened, crushed. It is not an easy job to be head of heads. In the hereafter, it would be difficult to answer. There will be a lot of things should be accounted on the shoulder of the head of heads.
As quoted by al Bukhari and Muslim, the prophet (pbuH) once advised Abd Rahman bin Samurah:- "O Abd Rahman! Don't you ever ask to be a leader. If you ever been given it because you requested it, you shall be left(unassisted). If you were given it without you asking for it, you shall be helped."
This article was written for a Bahasa Melayu's magazine. Thus, i will only explain briefly what is it about. It is a writing on the descendant of Sultan Mahmud Shah, the last Sultan of Melaka (Malacca). This article was actually a response to the claim of "the 44th Sultan of Melaka" in 2006. Though those who wouldn't understand Bahasa Melayu might find it difficult to understand, there are diagrams that explains the family tree of Sultan Mahmud's children.
Takhta Kesultanan Melayu Melaka; Siapa Yang Berhak?
Salam sejahtera dan salam tahun baru. Bertemu lagi kita di dalam Coretan Muha pada keluaran kali ini. Alhamdulillah. Bersyukur saya ke hadrat Ilahi di atas kurnia ini dan ingin saya menyampaikan setinggi penghargaan kepada majalah Sejarah@Malaysia yang memberi kepercayaan kepada saya meneruskan kolum ini. Tidak terlewat juga rasanya bagi saya menyampaikan ucap tahniah kepada warga kerja majalah Sejarah@Malaysia di atas penerbitan bahan baca yang menarik lagi berinformasi. Moga kehadiran 2007 akan membawa erti yang lebih bermakna kepada kita semua.
2006 mencatatkan pelbagai cerita yang pastinya mewarnai dunia pensejarahan Malaysia. Antara titipan yang amat berkait dengan dunia sejarah silam tanahair adalah, penghebahan kemunculan semula ‘Sultan Melaka ke – 44’ yang berlangsung dengan penuh adat istiadat. Kehadiran berita ini amat memikat lantaran saya sangat berminat dengan Kesultanan Melayu. Saya tidak putus – putus mengikuti perkembangan berita yang sangat hangat bermula pada akhir 2005 sehinggalah awal 2006. Ini adalah pengakuan pertama seumpamanya.
Salam sejahtera dan salam tahun baru. Bertemu lagi kita di dalam Coretan Muha pada keluaran kali ini. Alhamdulillah. Bersyukur saya ke hadrat Ilahi di atas kurnia ini dan ingin saya menyampaikan setinggi penghargaan kepada majalah Sejarah@Malaysia yang memberi kepercayaan kepada saya meneruskan kolum ini. Tidak terlewat juga rasanya bagi saya menyampaikan ucap tahniah kepada warga kerja majalah Sejarah@Malaysia di atas penerbitan bahan baca yang menarik lagi berinformasi. Moga kehadiran 2007 akan membawa erti yang lebih bermakna kepada kita semua.
2006 mencatatkan pelbagai cerita yang pastinya mewarnai dunia pensejarahan Malaysia. Antara titipan yang amat berkait dengan dunia sejarah silam tanahair adalah, penghebahan kemunculan semula ‘Sultan Melaka ke – 44’ yang berlangsung dengan penuh adat istiadat. Kehadiran berita ini amat memikat lantaran saya sangat berminat dengan Kesultanan Melayu. Saya tidak putus – putus mengikuti perkembangan berita yang sangat hangat bermula pada akhir 2005 sehinggalah awal 2006. Ini adalah pengakuan pertama seumpamanya.
‘Sultan Melaka yang pertama’ selepas 479 tahun ini memilih Dewan Komuniti Taman Melati, Gombak, Kuala Lumpur untuk menjalankan satu majlis yang penuh gilang gemilang; ‘Istiadat Penganugerahan Watikah Gelar Adat Kali Pertama Tahun 2005 Setelah 477 Tahun Tidak Dapat Dijalankan Kerana Raja Yang Hilang Tidak Dapat Dicari Dan kini Muncul Kembali.' Segalanya berjalan lancar. Namun tatkala cerita itu mula menghiasi dada akhbar, pelbagai pihak mula menyuarakan pelbagai pandangan. Namun akhirnya tuntutan ini tidak diterima dan berita ini terus lenyap dari paparan media.
Saya di sini bukanlah ingin mengulas lanjut akan peristiwa ini. Namun apa yang saya akan cuba lakukan di sini adalah berkongsi dengan anda kronologi saat berundurnya Sultan Mahmud Shah, Sultan Melaka yang terakhir dan ke mana keturunan baginda tersebar. Ini kerana kita tidak pernah mungkin layak menghakimi sesiapa pun. Namun apalah salahnya kita cuba memahami rentet peristiwanya.
Alah pada Feringgi.
Tanggal 15 Ogos 1511 menyaksikan robohnya pertahanan Kegemilangan Kota Melaka di mana akhirnya menyaksikan permulaan kehancuran Empayar Agung Melayu yang dibina ratusan tahun lamanya. Pada masa itu angkatan Melaka diketuai, Sultan Ahmad Shah, Sultan Melaka yang baru dilantik menggantikan ayahanda baginda, Sultan Mahmud Shah akhirnya terpaksa akur dengan angkatan perang Portugis. Angkatan Portugis yang diketuai Alfonso D’Albuquerque, berjaya menawan Melaka setelah bertempur selama beberapa hari.
Kemudian, Sultan Mahmud berundur ke Batu Hampar berhampiran Sungai Bertam manakala Sultan Ahmad bertahan di Sungai Bertam namun akhirnya terpaksa berundur lagi ke Pagoh di Hulu Sungai Muar, akibat asakan Portugis. Di sinilah berhampiran Bentayan, Baginda berdua membina sebuah kota. Di kedua – dua tempat, Pagoh dan Bentayan jugalah baginda berdua menyusun strategi menawan kembali Melaka lantas mengusir Feringgi atau Portugis.
Namun Alfonso D’Albuquerque, tidak senang dengan situasi itu lantas menghantar satu angkatan perang untuk menyerang Pagoh dan Bentayan. Sebagaimana yang diceritakan oleh Haji Buyong Adil, di dalam buku karangannya, Sejarah Johor;
‘Oleh sebab khuatirkan bahaya dari Pagoh dan Bentayan (Kuala Muar) itu, pada akhir 1511 itu juga, Alfonso D’Albuquerque telah menghantar suatu angkatan perang yang terdiri daripada 400 orang askar Portugis, 600 orang Jawa dan 300 orang Pegu (Burma) pergi menyerang dan mengalahkan Bentayan dan Pagoh. Sultan Mahmud dan Sultan Ahmad serta orang – orang baginda berundur dari Pagoh dengan meninggalkan beberapa buah kenderaan baginda serta beberapa ekor gajah baginda di daerah Muar.’
Haji Buyong bin Adil, Sejarah Johor,h.6
Setelah tewas di Muar, baginda berdua berundur lagi ke Pahang melalui Denai Penarekan di Sungai Serting.
Berkerajaan di Bentan dan Mangkat di Kampar
Seberapa lama di Pahang, Sultan Ahmad dan Sultan Mahmud berangkat ke Pulau Bentan. Baginda berdua berkerajaanlah di sana. Namun Sultan Ahmad pula tidak menghormati pembesar – pembesar tua. Lantas baginda itu diracun atas arahan ayahanda baginda, Sultan Mahmud, sebagaimana yang diceritakan oleh Sulalatus Salatin;
‘Maka segala kelakuan itu (yakni tidak hormat kepada para pembesar dan pegawai) kedengaran kepada Sultan Mahmud Shah; maka tiadalah berkenan pada baginda akan af’al anakanda baginda itu membuang akmal raja – raja, maka disuruh baginda kerjakan dalam senyap; seperti firman Allah Taala: “Iza ja’a ajaluhum la yasta’ khiruna sa’atan, wala yastaq dimuna”, yakni apabila datang ajal mereka itu, tiada terkemudian seketika, dan tiadalah terdahulu seketika jua pun. Maka Sultan Ahmad pun mangkatlah, ditanamkan di Bukit Batu; disebut orang ‘Marhum Bukit Batu’.
A. Samad Ahmad, Sulalatus Salatin Sejarah Melayu, h. 271
Maka diriwayatkan oleh perawi – perawi atau pencatat sejarah Portugis, bahawa dari Bentan, Sultan Mahmud kembali ke Muar dan bersiap menyerang Melaka. Namun Portugis dapat menghidu pergerakan baginda lantas satu kelengkapan perang yang diketuai de Andrade telah menyerang Pagoh buat kali kedua pada tahun 1512. Alah jua kali ini cubaan Sultan Mahmud.
Kemudian baginda kembali bersemayam di Kopak, Bentan. Di sinilah baginda telah berjaya mematahkan beberapa cubaan Portugis yang menyerang Bentan. Menurut catatan R.O. Winstedt, A History of Johore yang disiarkan di dalam, Journal of the Malayan (Malaysian) Branch Royal Asiatic Society (Singapore), Vol. X, Part 3, pada disember 1932, iaitu, Jeorge d’Albuquerque, Pemerintah Portugis di Melaka telah menghantar satu angkatan perang pada 1521 bagi menyerang Bentan, namun mereka kalah. Sekali lagi pada tahun 1523, satu angkatan perang di bawah pimpinan Don Sancho Enriquez gagal menyerang Bentan. Setelah itu, Portugis tetap juga menyerang Bentan beberapa kali meskipun gagal sehinggalah satu angkatan perang yang diutus dari Goa, India tiba pada 1526. kali ini barulah dapat mereka menembusi benteng pertahanan Kota Kara, di Kopak.
Akhirnya di atas nasihat para pembesar, sekali lagi baginda berundur ke Kampar dan bersemayam di sana. Di kampar Raja Perempuan, Tun Fatimah (anak Bendahara Seri Maharaja Tun Mutahir yang dibunuh atas arahan Sultan Mahmud juga) telah mangkat. Setelah itu Sultan Mahmud mulalah uzur dan selang beberapa lama, mangkatlah baginda di Kampar; digelar orang, ‘Marhum Kampar’.
Perkahwinan Sultan Mahmud Shah.
Menurut catatan, Sultan Mahmud berkahwin sebanyak enam (6) kali. Baginda hanya mempunyai tiga (3) putera dan beberapa puteri hasil daripada perkahwinan baginda. Baginda asalnya berkahwin sesama raja iaitu dengan, Raja Perempuan Raja Wati puteri Sultan Muhammad ibni Sultan Mansur Shah, Sultan Pahang yang pertama. Setelah mangkat Raja Wati, kemudian baginda bernikah pula dengan Tun Teja Ratna Menggala, puteri Seri Amar Bangsa ibni Tun Hamzah ibni Tun Perak, Bendahara Pahang yang kedua.
Isteri ketiga Sultan Mahmud adalah Tun Sabariah anak Laksamana Hang Tuah. Datuk Putih, Tun Kudu puterinya Tun Tahir, (Seri Nara Diraja faham yang juga adalah adik kepada Bendahara Seri Maharaja Tun Mutahir) adalah isteri keempat. Kemudian baginda berkahwin lagi dengan Puteri Onang Kinang binti Sultan Iskandar Syah Nenggiri, Sultan Kelantan yang kalah perang kepada Melaka. Akhir sekali baginda berkahwin pula dengan Tun Fatimah (Bergelar Raja Perempuan) puteri Bendahara Seri Maharaja Tun Mutahir.
Anakanda dari Raja Wati
Seperti mana yang dinyatakan tadi, putera baginda Sultan Mahmud Shah yang pernah bertakhta di Melaka, Sultan Ahmad akhirnya diracun, dan baginda Ahmad Shah ini tidak pula berkeluarga. Maka putus sudah satu cabang warisan keturunan Sultan Mahmud atau juga dikenali sebagai ‘Jalur Keturunan Siguntang’. Sultan Ahmad ini merupakan satu – satunya putera Sultan Mahmud bersama – sama Raja Wati.
Pasangan diraja ini juga punya seorang puteri yang berkahwin dengan Sultan Abdullah ibni Raja Menawar, raja Kampar. Raja Menawar adalah adik beradik berlainan ibu Sultan Mahmud Shah. Maka puteri baginda ini bernikah dengan saudara sepupu sendiri iaitu Sultan Abdullah Kampar. Malangnya Sultan Abdullah tidak punya keturunan. Maka sekali lagi kita boleh dapati putusnya susur galur keturunan Sultan Mahmud Shah.
Diagram
Puteri dari Tun Teja Ratna Menggala
Perkahwinan kedua baginda dengan Tun Teja, puteri Bendahara Seri Amar Bangsa Pahang, merupakan satu perkahwinan yang membawa kepada peperangan antara Pahang dan Melaka. Ini adalah kerana Tun Teja merupakan tunangan Sultan Abdul Jamal ibni Sultan Muhammad Shah, Sultan Pahang ke – 3 yang juga merupakan saudara sepupu dan abang ipar Sultan Mahmud. Ini adalah kerana, Sultan Muhammad, Sulatan Pahang Satu adalah bapa saudara Sultan Mahmud dan Sultan Mahmud mengahwini Raja Wati, adinda kepada Sultan Abdul Jamal. Namun pertelingkahan keluarga ini akhirnya dapat diredakan.
Hasil perkongsian hidup dengan Tun Teja hanya memberi Sultan Mahmud seorang puteri iaitu Raja Arma Dewi. Namun puteri Sultan Mahmud ini tidak ketahuan apa nasib baginda. Kisah baginda puteri tidak tercatat di dalam mana – mana catatan. Maka sekali lagi kita bertemu zuriat Sultan Mahmud yang tidak punya anakanda atau waris.
Diagram 2
Zuriat dari anak Laksamana Hang Tuah dan Puteri Onang Kinang.
Sebagaimana yang telah dinyatakan, Sultan Mahmud juga telah berkahwin dengan Tun Sabariah, anak Laksamana Hang Tuah. Melalui perkahwinan ini, baginda beroleh seorang puteri yang dinamakan Raja Putri Dewi. Anakanda baginda ini dikahwinkan pula kepada Sultan Pahang ke – 7, Sultan Zainal Abidin ibni Sultan Mahmud.
Baginda juga berkahwin dengan Puteri Onang Kinang anak Sultan Iskandar Shah Nenggiri dan hasil dari perkongsian hidup kali ini memberi Sultan Mahmud seorang putera dan tiga puteri, Sultan Muzaffar Shah, sultan pertama Perak, Raja Mah yang berkahwin dengan Raja Kasab dari Siak, Raja Dewi yang berkahwin dengan Sultan Ahmad Kelantan (Baginda berdua tidak punya zuriat) dan seorang puteri yang berkahwin dengan Sultan Mansur, Sultan Pahang ke - 4 yang mana lahir Raja Puspa Dewi dan Raja Kesuma Dewi. (Salasilah Keturunan Raja Kesuma Dewi dan Raja Puspa Dewi akan ditunjukkan di dalam Diagram 6)
Keturunan Raja Putri Dewi dan Sultan Zainal Abidin bergabung dengan keturunan Sultan Muzaffar Shah, sultan pertama Perak dan Raja Mah melalui pernikahan Raja Muda Abdullah (anakanda Sultan Abdul Ghafur ibni Sultan Abdul Kadir Alaudin Shah ibni Sultan Zainal Abidin, Sultan Pahang ke – 12) dengan puteri Perak [anakanda Sultan Mansur Shah ibni Sultan Muzaffar Shah (raja pertama Perak) ibni Sultan Mahmud Shah Melaka]dan melahirkan Puteri Fatimah Puteh yang jurai keturunan baginda boleh dikesan melalui salasilah keturunan Kesultanan Perak Darul Ridzuan sekarang. Diagram 3 menunjukkan salasilah Puteri Fatimah Puteh.
Diagram 3
Puteri Fatimah Puteh ini nanti akan berkahwin dengan Sultan Muzaffar Shah II dari Perak (ibni Raja Mahmud Siak yang berkahwin dengan Raja Puteh binti Sultan Mansur Shah Sultan Pahang ke – 8 ibni Sultan Zainal Abidin, ibni Raja Kasab dari Siak yang berkahwin dengan Raja Mah binti Sultan Mahmud Shah Melaka ibni Sultan Khoja Ahmad dari Siak). Diagram 4 menunjukkan salasilah Sultan Muzaffar Shah II. Hasil perkahwinan mereka berdualah yang nanti akan menghasilkan Sultan – sultan yang memerintah Perak Darul Ridzuan.
Diagram 4
Seorang lagi sultan Pahang dari keturunan Sultan Zainal Abidin dan Raja Putri Dewi iaitu Sultan Ahmad (Sultan Pahang ke – 11,) ibni Sultan Abdul Kadir Alaudin Shah telah berkahwin dengan puteri Sultan Muhammad Hassan Brunei dan mempunyai seorang puteri. Puteri baginda (Salasilah ditunjukkan di dalam digram 5) inilah yang berkahwin dengan Sultan Abdullah Maa’yat Shah, Sultan Johor ke – 7 yang juga adalah keturunan Sultan Mahmud Shah dari Raja Perempuan Tun Fatimah.
Diagram 5
Zuriat Raja Perempuan
Raja Perempuan Tun Fatimah, merupakan ‘isteri muda’ Sultan Mahmud yang diangkat menjadi Raja Perempuan setelah Raja Perempuan Raja Wati dari Pahang. Melalui perkongsian hidup bersama Sultan Mahmud, baginda dikurniakan tiga orang cahaya mata, Sultan Alaudin Ri’ayat Shah II (Sultan Kedua Johor selepas Sultan Mahmud sendiri), Raja Puteh yang berkahwin dengan Raja Ali Bunjar dari Haru (Baginda berdua tidak berzuriat) dan Raja Khatijah yang dikahwinkan sebagai isteri muda sultan Pahang ke – 5, Sultan Mahmud ibni Sultan Muhammad (Baginda berdua juga tiada berzuriat).
Sultan Alaudin Ri’ayat Shah II berkahwin pula dengan puteri Sultan Mansur iaitu Raja Kesuma Dewi yang mana akan lahirlah Sultan Muzaffar Shah, Sultan Johor Ke – 3 dan Raja Fatimah. Raja Fatimah inilah yang berkahwin dengan Raja Umar anakanda Raja Puspa Dewi dengan Raja Ahmad dari Terengganu. Raja Umar akan menjadi Sultan A’ala Djalla Abdul Jalil, Sultan Johor ke – 5. Salasilah mereka yang agak rumit akan ditunjukkan di dalam Diagram 6.
Diagram 6
Kesimpulan
Telah kita susuri jalur keturunan Sultan Mahmud Shah, sultan terakhir Melaka. Kini terpulang kepada kita untuk menentukan samada yang menuntut takhta layak berbuat sedemikian. Namun terdapat satu lagi kemungkinan iaitu, terdapat lagi keturunan Sultan Mahmud yang tidak direkod! Atas apa jua alasan, kita seharusnya menyiasat dengan teliti sebelum menafi atau menerima sesuatu tuntutan. Ini adalah kerana kita perlu amanah dan memulangkan yang hak!
Sampai kita bertemu lagi di keluaran mendatang. Saya Muha Aziz dengan ini mengakhiri coretan yang tak seberapa ini. Sebarang khilaf harap dimaafkan. Salam harmoni dan bersama kita menghayati Sejarah Bangsa!
Salam... Lama sudah menyepi. Hari ini terpanggil untuk membersih sawang sawang di kamar ini. Si botak terlalu kusyuk mendengar jerit jerit kecil di ruang fikirnya. Hingga hanyut. Mujur tak lemas.
....
Tiga hari lepas, si botak dianugerahi satu peluang yang menyebabkan jemari ini mengetuk papan kekunci kotak ajaib. Si botak tak mahu bercerita panjang mengenainya lagi. Namun, pengalaman tiga hari di sana membuat si botak tersedar dari lena yang panjang.
....
Ini satu perkara yang si botak nak kongsi. Kita akan terus jadi mangsa sehingga kita cuba lihatnya peristiwa itu dengan penuh tanggungjawab. Kita juga menyumbang kepada apa apa peristiwa yang kita alami. Namun tak bermakna ketidakadilan itu, tak terjadi.
....
"Saya tak dibayar gaji" - Kenapa tak saya laporkan kepada pihak yang mampu menolong? Bukan mengadu tetapi menuntut hak!
"Saya didera suami" - Kenapa tak tinggalkan dia? "Saya tak nak anak anak tak berbapa" - Habis mahu biarkan mereka hilang ibu dan bapa, kerana mereka akan terpinggir bila kita sentiasa bertengkar dan cuba memujuk hati.
....
Ini sekadar apa yang si botak belajar. Masing masing punya cara tersendiri. Saja tulis agar tercetus satu perbincangan yang memberi untung kepada semua. :)
................................................................................................................................................................................
Salam... It has been so long in silence. Am called today to do the spring cleaning. Si botak was too indulged in hearing the tiny shouts within his thinking compound. Drifted. Fortunately was not drowning.
....
Three days ago, si botak was blessed with an opportunity that lead his fingers tapping this magic box. Si botak does not want to talk more about it. Still, three days there had awoken si botak from a very long sleep.
....
Si botak likes to share something. We will continue be a victim until we try to look at the incident in a responsibled manner. We also contributed to the event that we have been through. Still, it does not mean that the injustice was not there.
....
"I was not paid" - Why did not we report it to those who could help? Not telling yet fight for own rights!
"I was abused by my husband" - Why did not leave him? "I do not want my child to bw without father" - Then let the kids loose both parent, as they will be left through the arguing and while we try to find solice.
....
This is just what si botak have learned. Each and every person has own ways. Simply writing this as to spark a discussion that might bring good to everybody. :)